10 Desember 2009

Kasih Ibu Sepanjang Masa




Sejak kecil dulu hingga dewasa sekarang, hingga aku menjadi bintang. Engkau telah mendidikku dan mengasuhku dengan penuh keikhlasan dan ketulusan. Jika aku menangis engkau membelaiku dengan penuh kedamaian, jika aku sakit engkau selalu menjagaku dari pagi hingga tengah malam yang terkadang diterpa udara dinginnya yang bisa menusuk kulit keriputmu yang agak kehitaman, dan seakan yang sakit itu dirimu sendiri. Entah harus dengan apa dan bagamana aku bisa membalasmu?.
***






Oh…Ibuku…
Alunan kasihmu tak kan pernah
Ku lupakan

Walau berjuta rintangan menghadang
Ku kan selalu bertahan
Oh…Ibuku…

Getaran dawai hatimu
Mencerahkan duka dihatiku
Dari pedihnya kehidupan

***
Pagi itu, tepatnya hari ahad kuberencana merantau kepulau sebelah sana. Karena setelah kurasakan kehidupanku disini semakin tidak layak, yang harusnya makan-makanan bergizi malah sebaliknya makan seadanya”kang penting bisa wareg dan urip” dan yang lebih lagi masalah pendidikan yang sangat-sangat tidak layak dan minim sekali adanya. Sehingga masyarakat penduduk desa ini banyak yang buta huruf dan tertinggal oleh perkembangan zaman.

Bu, Ananda hendak pergi merantau keseberang pulau sana taklain adalah untuk menuntut ilmu sebanyak-banyajnya sebagaimana rasul berkata,”tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China”. Apakah ibu merestui ananda ? tanyaku dengan harap-harap cemas. Nduk, lirih ibuku” ibu akan restui ananda merantau untuk menuntut ilmu, asalkan setelah ananda selesai menuntut ilmu ananda harus mengamalkanya pada setiap orang yang membutuhkanya. Terutama masyarakat didesamu ini.
Setelah memohon restu kepada ibuku untuk pergi merantau, kedua bola mataku semakin tidak mendukungku untuk berlama-lama mengobrol dengan ibuku, badanku pun terasa letih sekali dan akhirnya”Bu, ananda ngantuk sekali, izinkan ananda untuk pergi tidur ke kamar”. Ya sudahlah nak, “pergilah sana tidur besok kamu akan menempuh perjalanan jauh”. Jawab ibuku.

Akupun tidur sangat pulas sekali. Aku dibawa mimpi-mimpi yang indah, dan mimpi itu tak kan bisa dilukiskan dengan tinta hitam pulpenku ini.” Kecipak, byur…byur…byur aku terbangun dari tidurku dengan malas setelah mendengar suara siraman-siraman air itu dari kamar mandidengan malas. Kulirik jam bekerku yang sedari tadi bertengger diatas difan mungilku ini, dan menunjukkan pukul 02.30 dini hari. Akupun lansung beranjak dari atas kasurku yang lusuh dan segera berjalan menuju arah asal suara siraman air itu dengan gontai. Oaaah… aku menguap dengan malas sekali. Setelah sampai kearah asal suara siraman itu tiba-tiba kulihat sesosok wanita tua paruh baya yang rupanya adalah ibuku yang tengah selesai mengambil air wudhu dan hendak mendirikan tahajjud(shalat malam). Memang ibuku adalah seorang muslimah yang rajin beribadah dan taat mengerjakan amalan-amalan shunnah rasul-Nya. Sedangkan ayahku yang sama taat sepertinya telah wafat dua tahun lalu. Aku beruntung dilahirkan dari rahimnya. Hingga aku tumbuh sehat dilingkungan ahli ibadah dan berbudi luhur. Oaaah… kantuk kembali menyerangku, aku pun lansung bergegas menuju kamar ku lagi dan blug, aku kembali tidur diatas kasurku yang lusuh. Namun beberapa saat setelahnya aku berbaring, aku mendengar sayup-sayup suara penuh kelembutan sedang mengadukan dirinya kepada Sang Rabb semesta alam. “ya Allah, hambamu yang lemah ini memohon kepadamu dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, mengharap pada-Mu agar anak hamba satu-satunya yang hendak merantau jauh diberi kekuatan lahir batin agar selamat dan bisa sampai ketempat rantauan dengan sehat wal’afiat. Lindungilah ia dari segala mara bahaya, tempatkanlah ia disisimu bersama orang-orang yang shalih. Amien…ya robbal’alamien.

***
Pagi pun menjelang, sang surya yang sedari tadi muncul dengan malu-malu kini tengah memancarkan sinar hangatnya keseluruh bumi daratan manusia. Burung-burung pun beterbangan dengan bersorak ria menyambutnya. Namun yang lebih bahagia lagi bagi seorang anak manusia yang tinggal didesa itu, ketika itu tengah bersiap-siap menyiapkan semua bekal yang dibutuhkan untuk diperjalanan nanti.  Bersambung...

Dok. Sang Pejuang


1 komentar:

Anonim mengatakan...

keren din kata² nya

Posting Komentar